Polusi atau emisi gas buang kendaraan bermotor dan efek rumah kaca menjadi salah satu pemicu utama terjadinya pemanasan global. Dunia kini dihantui suhu permukaan bumi yang kian panas. Lalu, terobosan apa yang harus dilakukan untuk mengerem laju kenaikan suhu itu ?
PEMICU UTAMA - Polusi atau emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi salah satu pemicu utama terjadinya pemanasan global. Penerapan teknologi ramah lingkungan fuel cell diharapkan menjadi pengerem laju kenaikan suhu bumi yang kian memanas.
Berdasarkan data dari US National Climatic Data Center tahun 2001, para ilmuwan memperkirakan bahwa dalam lima tahun ke depan, rata-rata keseluruhan permukaan temperatur akan mengalami peningkatan sekitar 1 - 4,5 derajat Fahrenheit atau 0,6 - 2,5 derajat Celsius. Pada abad berikutnya, kenaikan itu berkisar 2,2 - 10 derajat Fahrenheit (1,4 - 5,8 derajat Celsius).
Lalu apa yang menjadi penyebab kenaikan suhu tersebut" Salah satunya berasal dari kian banyaknya kendaraan bermotor di berbagai penjuru kota dunia.
Di Indonesia misalnya, berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2001, dalam tujuh tahun terakhir, jumlah kendaraan menjadi hampir dua kali lipat dengan kenaikan rata-rata 14 persen.
Sedangkan jumlah kendaraan di Jakarta, dalam tujuh tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata 21 persen. Artinya, dari 2.063.490 unit kendaraan pada tahun 1993 bertambah menjadi hampir 5 juta unit di tahun 1999.
Terus Bertambah
Menurut Kepala Pusat Puslitbang Fisika Terapan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Achiar Oemry, laju penggunaan minyak di Indonesia kurang lebih 10 persen per tahun dari total persediaan minyak bumi Indonesia. Jumlah tersebut akan terus bertambah seiring dengan maraknya populasi kendaraan di Indonesia.
Terlebih lagi pada awal abad ke-21 sektor transportasi menggeser sektor industri sebagai pengguna energi terbesar, dengan pangsa lebih dari 90 persen bersumber dari persediaan bahan bakar minyak (BBM) Indonesia. Padahal persediaan energi fosil, khususnya minyak atau oli cadangannya terbatas dan tidak dapat diperbarui.
Untuk itu, menurutnya, dibutuhkan energi alternatif yang dapat digunakan untuk menghemat persediaan minyak bumi.
Selain itu juga yang ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi tingkat polusi akibat emisi gas buang kendaraan.
Achiar berpendapat, bahwa penggunaan fuel cell, yaitu bahan bakar berbasis hidrogen, seperti gas alam, metana, methanol, biogas, coal gasification, dan lain-lain dapat menjadi energi alternatif yang paling tepat saat ini.
Soalnya, penggunaan teknologi fuel cell memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki efisiensi konversi yang cukup tinggi, sekitar 40 - 70 persen. Energi tersebut juga ramah lingkungan karena mengandung emisi gas buang yang sangat rendah, modular pengubahan kapasitas sangat fleksibel, tingkat kebisingan sangat rendah, lebih tahan lama, proyeksi harganya pun akan terus menurun.
Menurut Achiar, prospek penggunaan fuel cell di dunia pun cukup bagus, terlebih lagi hingga saat ini teknologi fuel cell tengah dikembangkan oleh para ahli. Diperkirakan pada tahun 2005 mendatang bisnis pasar fuel cell sebesar US$ 8 miliar. Jumlah tersebut akan bertambah hingga tahun 2010 menjadi US$ 32 miliar.
Di negara-negara maju, penggunaan energi fuel cell sebagai bahan bakar untuk transportasi telah dimulai sejak 2003. Bahkan kini tengah dimulai perubahan konsep dari centralized menjadi distributed pada pembangkit tenaga listrik.
Banyak Keuntungan
Selain itu juga terjadi perubahan teknologi otomotif, dari combustion engine ke electric drive vechile.
Menurut Arthur D Little Inc Cambridge, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang fuel cell, banyak keuntungan dicapai jika menggunakan fuel cell.
Di Amerika misalnya, kendaraan angkutan mengkonsumsi 6 juta barel (1 barel setara 159 liter) minyak per hari, equivalen dengan 85 persen minyak impor. Bila 20 persen kendaraan angkutan menggunakan fuel cell maka dapat mengurangi penggunaan minyak impor 1,5 juta barel per hari.
Dengan demikian, konsumsi minyak dapat dihemat 6,98 juta gallon per tahun untuk 10 ribu kendaraan bila memakai fuel cell. Jika 10 persen kendaraan angkutan menggunakan fuel cell maka sebanyak 60 juta ton gas CO2 dapat dikurangi.
Perbandingan energi antara penggunaan fuel cell dengan motor bakar, menurut kajian Achiar, menunjukkan bahwa konversi total hidrogen ke penggerak motor listrik sebesar 34,5 persen. Sedangkan konversi total BBM ke penggerak motor bakar 12,4 persen.
"Peran fuel cell untuk menstabilkan iklim amat besar. Hal itu dikarenakan fuel cell merupakan sel bahan bakar yang mempunyai peran sangat penting untuk mengurangi dampak memburuknya iklim global," jelasnya.
Terlebih lagi kendaraan fuel cell itu dapat mengurangi emisi gas buang 85 -100 persen. Bahkan meskipun bahan bakar yang digunakan dari gas alam dapat mengurangi emisi gas buang hingga 60 - 70 persen.
Menurut Achiar, fuel cell sebagai sel bahan bakar untuk transportasi telah menarik perhatian penentu kebijakan dan pengamat lingkungan. Soalnya, teknologi ini merupakan device konversi energi yang penting untuk menyelamatkan lingkungan.
"Selain itu, sel bahan bakar dipercaya akan dapat memenuhi kebutuhan para konsumen. Bahkan kini telah banyak produsen kendaraan utama di dunia telah meluncurkan program untuk mengembangkan mobil berenergi sel bahan bakar dengan zero-polluting," katanya.
Kamis, 06 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar