Kamis, 06 Januari 2011

Kesalahan Bahasa Media Massa dari Wartawan

Yogyakarta (ANTARA News) - Ketua Forum Bahasa Media Massa (FBMM) Pusat TD Asmadi mengatakan banyak kesalahan bahasa di media massa dilakukan tidak saja oleh nara sumber, tetapi justru dari pemahaman wartawannya.

Pada sarasehan kebahasaan `Bahasa pers yang mencerdaskan` yang diselenggarakan FBMM Pusat bersama Balai Bahasa Yogyakarta (BBY) dan Surat kabar Harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta, Selasa, ia mengatakan biasanya apa yang dikatakan nara sumber langsung dikutip apa adanya oleh wartawan tanpa diubah terlebih dulu karena pemahamannya keliru.

"Jadi, apa yang diomongkan nara sumber tanpa dipahami makna bahasanya langsung dikutip dan ditulis wartawan, sehingga justru terjadi kesalahan bahasa pada media massa," katanya.

Menurut dia, sekarang ini tantangan yang dihadapi dalam pengembangan Bahasa Indonesia di media massa antara lain masih banyak digunakan kata dan istilah bahasa asing maupun bahasa daerah misalnya Betawi maupun Jawa.

Media massa atau koran lokal, kata dia masih banyak menggunakan bahasa daerah setempat terutama bahasa Jawa.

Selain itu, TD Asmadi menilai media massa terjebak dengan penggunaan bahasa teknis instansi misalnya di kepolisian seperti TKP (tempat kejadian perkara), curanmor (pencurian kendaraan bermotor), maupun raskin (beras untuk warga miskin).

"Keadaan itu jelas akan mempengaruhi pengembangan Bahasa Indonesia di media massa yang menyebabkan menjadi kurang baik," katanya.

Sementara itu, redaktur senior Kedaulatan Rakyat Yogyakarta Arwan Tuti Artha mengatakan saat ini tidak lagi mengagetkan jika membaca judul berita dalam surat kabar yang terkesan bombastis, terbuka dan vulgar, meskipun sulit ditemukan pada surat kabar standar.

Pada zaman orde baru, menurut dia hampir tidak ditemukan koran dengan judul berita yang bombas. Sebab, masih ada kontrol dari penguasa pers di Indonesia.

"Pers dikontrol menandakan pers belum bebas, tetapi pers diminta untuk bertanggung jawab," katanya.

Namun, kata dia, setelah tidak lagi dalam kekuasaan orde baru, kebebasan pers lebih diutamakan.

Ia mengatakan dalam perjalanan waktu ada sejumlah penerbitan pers yang menangkap dari sudut kebebasan terutama dalam menggunakan bahasa.

Bahasa pers yang tercermin melalui judul berita yang memberi kesan bombas dan vulgar itu, menurut Arwan bahkan memanfaatkan kebebasan penggunaan bahasa.

"Padahal, pers yang mendidik dan mencerdaskan mestinya akan menyeleksi informasi yang akan disampaikan kepada publik, termasuk mengolah bahasa pers, dengan tidak membiarkannya tanpa kontrol," katanya.

Ia berharap kepada koran standar masih memegang teguh tiga fungsi pers yaitu sebagai media informasi, hiburan dan pendidikan.

Sebelum sarasehan, Ketua FBMM Pusat TD Asmadi melantik pengurus FBMM Provinsi DIY periode 2009-2012 dengan ketua Zaenal Arifin (TVRI), wakil ketua Arwan Tuti Arta (KR) dan Eddy Setiyanto (Balai Bahasa Yogyakarta/BBY).

Kemudian sekretaris Nusarina (LKBN ANTARA), wakil sekretaris Didik Daryanto (Kompas) dan Wiwin Erni (BBY), bendahara Tatiek Purwo (DL), wakil bendahara Rini Handayani (RRI) dan Ari Minarti (MMTC).

Pengurus FBMM Provinsi DIY dilengkapi sejumlah seksi yaitu bidang media massa cetak, media massa elektronik dan media jejaring (daring), penelitian dan pengembangan (litbang), humas, serta bidang kerja sama.(*)

RESENSI:
http://www.antaranews.com/berita/1260886345/kesalahan-bahasa-media-massa-dari-wartawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar